Hari ini,Sabtu, 22 Desember, bangsa Indonesia merayakan hari
Ibu. Hari di mana orang-orang menumpahkan seluruh perhatian, mengungkapkan
cinta dan kasih sayang mereka terhadap seorang yang sangat dimuliakan, yaitu
ibu. Berbagai ucapan dan kata-kata indah menghiasi jejaring sosial, mulai dari facebook, BBM,
twitter maupun yang lain.
Di sebagian negara Eropa dan Timur Tengah, hari
Ibu dikenal dengan Peringatan Mother’s Day yang mendapat pengaruh dari kebiasaan memuja
Dewi Rhea, istri Dewa Kronus, dan ibu para dewa dalam sejarah Yunani kuno.
Maka, di negara-negara tersebut, peringatan Mother’s Day jatuh pada bulan
Maret.
Namun, beda lagi dengan di Amerika, dan lebih
dari 75 negara lain, seperti Australia, Kanada, Jerman, Italia, Jepang,
Belanda, Malaysia, Singapura, Taiwan, dan Hongkong yang merayakan Mother’s Day pada hari
Minggu di pekan kedua bulan Mei. Sedangkan di beberapa negara Eropa dan Timur
Tengah diperingati setiap bulan Maret. Hari Ibu di Indonesia dirayakan pada
hari ini, tanggal 22 Desember dan ditetapkan sebagai perayaan nasional.
Koordinator Jaringan Peduli Perempuan dan Anak
(JPPA) Jawa Tengah, Agnes Widanti S, menilai bahwa peringatan Hari Ibu di
Indonesia berbeda dengan Mother’s Day di Eropa.
Peringatan Hari Ibu di Indonesia berkaitan erat
dengan perjuangan kaum perempuan sebagai ibu. Menurut dia, perjuangan kaum
perempuan sebagai ibu sangat besar, termasuk dalam upaya penghapusan tindakan
diskriminasi dan kekerasan yang dialami oleh kaum perempuan di Indonesia.
Kalau di Eropa, Mother’s Day biasanya
diperingati dengan memberi bunga kepada ibu, kemudian memberi libur kepada ibu
terkait tugas rumah tangganya dalam satu hari itu.
Memperingati hari Ibu = Bid’ah??!!
Apakah di Arab juga ada peringatan hari Ibu? Yaumul
Ummi?. Hehehe....
Ada yang mengatakan bahwa hari Ibu bukan budaya Islam
melainkan budaya Barat. Lebih dari itu, peringatan ini bahkan dianggap sebagai
bid’ah yang harus ditinggalkan.
Katanya perayaan yang menyelisihi
perayaan-perayaan yang disyari’atkan adalah perayaan bid’ah yang tidak dikenal
pada masa Salafush Shalih dan terkadang berasal dari kalangan non Islam,
sehingga disamping bid’ah terdapat penyerupaan dengan gaya hidup musuh-musuh
Allah Subhanahu Wata’ala. Perayaan-perayaan yang disyari’atkan dan dikenal
dalam Islam adalah Idul Fithri, Idul Adha, Idul Usbu’ (hari Jum’at) dan tidak
dikenal dalam Islam selain ketiga perayaan tersebut.
Apalagi jika kita perhatikan sabda Nabi Sholallahu
‘Alaihi Wasallam (yang artinya), “Barangsiapa yang membuat perkara baru
dalam urusan kami, sesuatu yang bukan berasal darinya maka tertolak”. Yakni
sia-sia dan tidak diterima disisi Allah Subhanahu Wata’ala, dan dalam lafadz
yang lain, “Barangsiapa beramal tanpa ada tuntunan dari kami maka tertolak.”
Tetapi bid’ah kan ada 2?
“Beberapa ulama membagi bid’ah menjadi dua yaitu: bid’ah
yang baik (bid’ah hasanah) dan bid’ah yang tercela (bid’ah
madzmumah). Jadi tidak setiap bid’ah itu selalu jelek dan harus
ditinggalkan karena tidak pernah ada di jaman Rasul. Di era globalisasi seperti
sekarang ini, kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan sudah semakin canggih,
tidak bisa disamakan dengan zaman di mana Rasulullah dan para sahabat masih
hidup”.
Kalau kita perhatikan, menarik juga pernyataan
tersebut. Mungkin akan bermunculan juga berbagai argumen mengenai bid’ah. Sekarang,
coba kita kaitkan dengan perayaan hari Ibu di Indonesia yang sudah dijadikan
sebagai perayaan nasional.
“Katanya hubbul wathon minal iman... kalo nggak
ikut ngerayain hari ibu sebagai perayaan nasional berarti nggak cinta ma negara
kita sendiri donk, berarti nggak iman donk.. “
“Tidak ikut merayakan hari Ibu berarti tidak cinta
terhadap ibu, orang telah berjasa besar terhadap kita, tidak peduli, tidak
care....dll”
“Nasionalismenya rendah...bla..bla..bla...”
Lalu, bagaimana sebaiknya kita menanggapi hari Ibu? Just
take it easy, guys....!
Dalam Islam, seorang ibu memiliki kedudukan yang
tinggi. Ia sungguh sangat dimuliakan. Yuk kita simak Hadits Nabi berikut ini:
Suatu saat Rasululloh SAW pernah ditanyai orang: “Ya
Rasul, siapa sih orang yang paling harus saya taati di dunia ini??” Rasul
menjawab: “ibumu”, “lalu siapa lagi Ya Rasul??” Rasul menjawab: “I bumu”,
“kemudian setelah itu siapa lagi Ya Rasul??” orang itu bertanya lagi, Rasul
menjawab: “ibumu”, orang itu bertanya lagi kemudian siapa lagi Ya Rasul?”,
Rasul menjawab: “bapakmu”
Pada ayat di atas, disebut ibu dulu baru bapak.
Demikian juga pada hadits, bahkan ibu disebut 3 kali baru bapak. Ini
menunjukkan bahwa ibu memiliki derajat yang tinggi, tiga tingkat dibanding
seorang ayah.
Dalam Islam, tidak ada perayaan hari ibu secara
khusus. Kita memang sudah seharusnya menyayangi, menghormati,memuliakan,
mengungkapkan cinta dan memperlakukan ibu secara baik dan istimewa tidak hanya
pada satu hari saja dalam satu tahun, tetapi Islam mengajarkan kepada kita
untuk berbuat baik kepada orang tua kita SETIAP HARI.
Semoga bermanfaat.
Referensi:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar